PAUD--AnakBermainBelajar---Pendidikan anak usia dini (PAUD), diharapkan mampu untuk membentuk anak-anak generasi penerus bangsa yang tangguh dalam membela bangsa dan negara. Anak PAUD menjadi generasi yang kuat, kokoh, berjiwa kesatria dan mampu membela kebenaran dan keadilan seperti "Gatotkaca". Siapakah? dan bagaimanakah Gatotkaca?
Menurut ceriteranya, Ketika baru lahir, ia bernama Tetuka. Namun pangeran dari Pringgodani ini populer dipanggil Gatotkaca. Orangtuanya sendiri memanggilnya Rimbiatmadja, karena ita putra kesayangan pasangan Bima-Arimbi, salah satu kekutan utama pada Pandawa waktu itu. Gatotkaca sendiri lahir dimasa-masa sulit dan memprihatinkan karena masalah antara Kurawa dengan Pandawa.
Salah satu hal yang menarik tentang perjuangan Pandawa adalah saat menghadapi musuh yang terus menerus mempermalukan dan menganiaya mereka, Pandawa tetap konsisten menciptakan generasi penerus mereka yang berkualitas. Inilah kuncinya, dalam situasi sulit, Pandawa terus mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk membangun sektor pendidikan. Anak-anak usia dini disiapkan untuk menghadapi masa depan mereka yang penuh tantangan.
Gatotkaca sejak usia dini telah mendapatkan pendidikan serius hingga menjadi anak yang sakti. Bayi merah yang semula Bernama tetuka itu diserahkan kepada dewa untuk digembleng di kawah Candradimuka. Wajahnya di "face up" dengan topeng terbuat dari perunggu terkeras, ototnya dilatih menjadi sekuat kawat baja, tulangnya dibuat setara dengan kerasnya besi baja. Sebagai uji coba keberhasilan, bayi Tetuka diadu dengan penjahat dan teroris Kahyangan pimpinan Ditya Kala Sekipu. Uji coba berhasil, dengan matinya para penjahat dari Junggringsaloka ini.
Selain mengerahkan putra-putranya, Pandawa mengerahkan anak-anak dan pemuda untuk belajar keterampilan sesuai kemampuan masing-masing. Hutan Martani yang angker dibangun menjadi tempat tinggal dengan lingkungan yang asri tanpa merusak konservasi lingkungan hidupnya. Di tempat inilah, Pandawa dan putra-putranya hidup dan membangun negara Amarta. Dengan generasi baru yang matang, saat Perang Baratayuda di medan Kurusetra ditabuh, para putra Pandawa ini mampu menguras kekuatan lawan. Merea mampu menegakan kembali kebenaran dan membela orangtuanya yang terpuruk oleh kerasnya zaman.
Dari kisah Gatotkaca di atas, kita dapat berkaca untuk anak-anak usia dini di Indonesia yang juga, "bermasalah" sejak lahir. Jika bangsa ini ingin segera lepas dari krisis multidimensional, maka mau tidak mau, bangsa ini harus memberikan perhatian lebih kepada pendidikan anak-anak usia dini. Para dewa yang memasukan Gatotkaca ke dalam kawah Candradimuka adalah ibarat memasukan anak-anak usia dini ke dalam kancah pendidikan. "Anak-anak Indonesia harus mendapatkan pendidikan yang sama, menjadi anak yang sangat cerdas dalam tiga ranah domain yang kita kenal, baik secara kognitif, afektif, maupun secara psikomotor.
Mendidik anak usia diri harus sesuai dengan usia dan tumbuh kembangnya. Mendidik anak usia dini dilakukan dengan bermain, menanamkan nilai-nilai curiosity (keingintahuan) akan menumbuhkan kecerdasan secara kognitif. Menanamkan nilai-nilai religius seperti kejujuran, kesetiaan, tawakal, dan nilai-nilai luhur lainnya akan menumbuhkan kecerdasan secara efektif. Sementara itu memberikan anak kebebasan bermain dengan bimbingan sesuai dengan kemampuan dan bakatnya, baik di dalam ruang tertutup ataupun di alam bebas, akan menumbuhkan keterampilan psikomotorik anak, baik psikomotorik besar maupun psikomotorik lembut.
Melihat kondisi sekarang, Indonesia tidak bisa tidak harus memiliki generasi baru yang mampu mengatasi problem kita sekarang. Kita perlu menciptakan generasi Gatotkaca yang kuat fisik dan mentalnya serta menguasai kedirgantaraan.
Generasi Antareja
Kita sudah sangat perlu generasi Antareja yaitu seperti putra Bima lainnya yang mampu menembus ke dalam tanah untuk menggali sendiri isi perut bumi kita, sehingga bangsa Indonesia tidak terus dirugikan oleh bangsa asing. Karena dengan menggali sendiri, memanfaatkan sendiri, maka kita dapat menggunakan sumber daya alam kita dengan maksimal dan sebaiknya untuk kebutuhan bangsa kita sendiri.
Generasi Antasena
Kita juga sangat membutuhkan generasi Antasena, yaitu generasi yang menguasai dan mampu hidup di dalam air, karena kakayaan laut Indonesia yang sangat besar jika di eksplorasi dengan benar, akan mampu untuk mensejahterakaan kehidupan bangsa ini. Bahkan diyakini dengan kekayaan laut Indonesia mampu membayar seluruh utang luar negeri kita, dan mampu menjadi harta karun untuk kehidupan bangsa ini di masa depan.
Kita membutuhkan anak-anak yang kecerdasan dan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotornya yang berlipat-lipat dari yang dimiliki bangsa Indonesia sekarang. Hanya dua kali lipat kecerdasan yang dimiliki generasi sekarang rasanya tidaklah cukup, minimal 4 atau 8 kali lipat harus dimiliki anak-anak kita.
Jadi jalan satu-satunya meningkatkan kecerdasan secara kognitif, afektif, dan psikomotor secara berlipat-lipat adalah mendidik anak di usia dini. Karena perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor mereka tumbuh 60 persen lebih pada usia dini. Hanya dengan cara menangani anak-anak usia dini seperti itulah, bangsa Indonesia pulih. Tanpa memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan usia dini, sama saja kita menghancurkan negeri ini secara pelan-pelan tapi pasti menuju keterpurukan.
Pandawa lima tidak akan pernah memenangkan Perang Baratayuda tanpa memiliki anak-anak dan generasi sakti seperti Gatotkaca yang mengagumkan. Bangsa Indonesia juga tidak akan bisa bangkit dan pulih dari krisis, jika generasi mudanya hanya berkualitas rendah sama dengan orang-orang pedahulunya.
Menurut ceriteranya, Ketika baru lahir, ia bernama Tetuka. Namun pangeran dari Pringgodani ini populer dipanggil Gatotkaca. Orangtuanya sendiri memanggilnya Rimbiatmadja, karena ita putra kesayangan pasangan Bima-Arimbi, salah satu kekutan utama pada Pandawa waktu itu. Gatotkaca sendiri lahir dimasa-masa sulit dan memprihatinkan karena masalah antara Kurawa dengan Pandawa.
Salah satu hal yang menarik tentang perjuangan Pandawa adalah saat menghadapi musuh yang terus menerus mempermalukan dan menganiaya mereka, Pandawa tetap konsisten menciptakan generasi penerus mereka yang berkualitas. Inilah kuncinya, dalam situasi sulit, Pandawa terus mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya untuk membangun sektor pendidikan. Anak-anak usia dini disiapkan untuk menghadapi masa depan mereka yang penuh tantangan.
Gatotkaca sejak usia dini telah mendapatkan pendidikan serius hingga menjadi anak yang sakti. Bayi merah yang semula Bernama tetuka itu diserahkan kepada dewa untuk digembleng di kawah Candradimuka. Wajahnya di "face up" dengan topeng terbuat dari perunggu terkeras, ototnya dilatih menjadi sekuat kawat baja, tulangnya dibuat setara dengan kerasnya besi baja. Sebagai uji coba keberhasilan, bayi Tetuka diadu dengan penjahat dan teroris Kahyangan pimpinan Ditya Kala Sekipu. Uji coba berhasil, dengan matinya para penjahat dari Junggringsaloka ini.
Selain mengerahkan putra-putranya, Pandawa mengerahkan anak-anak dan pemuda untuk belajar keterampilan sesuai kemampuan masing-masing. Hutan Martani yang angker dibangun menjadi tempat tinggal dengan lingkungan yang asri tanpa merusak konservasi lingkungan hidupnya. Di tempat inilah, Pandawa dan putra-putranya hidup dan membangun negara Amarta. Dengan generasi baru yang matang, saat Perang Baratayuda di medan Kurusetra ditabuh, para putra Pandawa ini mampu menguras kekuatan lawan. Merea mampu menegakan kembali kebenaran dan membela orangtuanya yang terpuruk oleh kerasnya zaman.
Dari kisah Gatotkaca di atas, kita dapat berkaca untuk anak-anak usia dini di Indonesia yang juga, "bermasalah" sejak lahir. Jika bangsa ini ingin segera lepas dari krisis multidimensional, maka mau tidak mau, bangsa ini harus memberikan perhatian lebih kepada pendidikan anak-anak usia dini. Para dewa yang memasukan Gatotkaca ke dalam kawah Candradimuka adalah ibarat memasukan anak-anak usia dini ke dalam kancah pendidikan. "Anak-anak Indonesia harus mendapatkan pendidikan yang sama, menjadi anak yang sangat cerdas dalam tiga ranah domain yang kita kenal, baik secara kognitif, afektif, maupun secara psikomotor.
Mendidik anak usia diri harus sesuai dengan usia dan tumbuh kembangnya. Mendidik anak usia dini dilakukan dengan bermain, menanamkan nilai-nilai curiosity (keingintahuan) akan menumbuhkan kecerdasan secara kognitif. Menanamkan nilai-nilai religius seperti kejujuran, kesetiaan, tawakal, dan nilai-nilai luhur lainnya akan menumbuhkan kecerdasan secara efektif. Sementara itu memberikan anak kebebasan bermain dengan bimbingan sesuai dengan kemampuan dan bakatnya, baik di dalam ruang tertutup ataupun di alam bebas, akan menumbuhkan keterampilan psikomotorik anak, baik psikomotorik besar maupun psikomotorik lembut.
Melihat kondisi sekarang, Indonesia tidak bisa tidak harus memiliki generasi baru yang mampu mengatasi problem kita sekarang. Kita perlu menciptakan generasi Gatotkaca yang kuat fisik dan mentalnya serta menguasai kedirgantaraan.
Generasi Antareja
Kita sudah sangat perlu generasi Antareja yaitu seperti putra Bima lainnya yang mampu menembus ke dalam tanah untuk menggali sendiri isi perut bumi kita, sehingga bangsa Indonesia tidak terus dirugikan oleh bangsa asing. Karena dengan menggali sendiri, memanfaatkan sendiri, maka kita dapat menggunakan sumber daya alam kita dengan maksimal dan sebaiknya untuk kebutuhan bangsa kita sendiri.
Generasi Antasena
Kita juga sangat membutuhkan generasi Antasena, yaitu generasi yang menguasai dan mampu hidup di dalam air, karena kakayaan laut Indonesia yang sangat besar jika di eksplorasi dengan benar, akan mampu untuk mensejahterakaan kehidupan bangsa ini. Bahkan diyakini dengan kekayaan laut Indonesia mampu membayar seluruh utang luar negeri kita, dan mampu menjadi harta karun untuk kehidupan bangsa ini di masa depan.
Kita membutuhkan anak-anak yang kecerdasan dan keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotornya yang berlipat-lipat dari yang dimiliki bangsa Indonesia sekarang. Hanya dua kali lipat kecerdasan yang dimiliki generasi sekarang rasanya tidaklah cukup, minimal 4 atau 8 kali lipat harus dimiliki anak-anak kita.
Jadi jalan satu-satunya meningkatkan kecerdasan secara kognitif, afektif, dan psikomotor secara berlipat-lipat adalah mendidik anak di usia dini. Karena perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor mereka tumbuh 60 persen lebih pada usia dini. Hanya dengan cara menangani anak-anak usia dini seperti itulah, bangsa Indonesia pulih. Tanpa memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan usia dini, sama saja kita menghancurkan negeri ini secara pelan-pelan tapi pasti menuju keterpurukan.
Pandawa lima tidak akan pernah memenangkan Perang Baratayuda tanpa memiliki anak-anak dan generasi sakti seperti Gatotkaca yang mengagumkan. Bangsa Indonesia juga tidak akan bisa bangkit dan pulih dari krisis, jika generasi mudanya hanya berkualitas rendah sama dengan orang-orang pedahulunya.
Demikian Artikel tentang Cara menciptakan Anak paud "Generasi Gatotkaca" ini, semoga bermanfaat. Terimakaksih.
Sumber : Diadaftasikan dari Buku PAUD Investasi Masa Depan Bangsa, Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini Dirjen PLS Depdiknas 2009. Dengan perubahan dan Penambahan seperlunya.